Night On Way 1
Perlahan matahari mulai turun menerangi belahan dunia yang lain. Jingga kekuningan dan cahayanya tak begitu menyilaukan mata layaknya siang hari. Senjapun berganti malam, kunikmati didalam PO. Cendana tujuan Ponorogo. Ya, aku tak sendiri, aku bersama temanku faruq, kami berhenti di taman kota caruban, senja itu pun menjadi senja yang indah bersama cakrawala yang kian tenggelam menjadi gelap. Sembari menunggu jam kedatangan P.O. Aneka Jaya, aku bersama Faruq nongkrong di taman kota sambil menunggu Luluk dan yang lainnya datang menemui kami. Riuh gong dan alat musik cina mengiringi pementasan seni barongsai didepan panggung taman. Tak hanya itu, lalu lalang anak kecil mengendarai motor dan mobil mini didepan kami, ada yang didampingi orangtuanya, kakaknya, dan berkendara bersama teman sebayanya layaknya orang dewasa yang sedang konfoi ataupun pembalap yang memacu kendaraannya, bahkan ada yang mengendarai mobil mini berpasangan. Terkadang kecelakaan terjadi saat seorang anak laki-laki memacu kendaraannya dan didepannya ada anak yang lebih kecil baru belajar mengendarai kendaraan tenaga accu tersebut.
20.35 WIB aku berpisah dengan teman-temanku karena aku lebil memilih untuk menunggu di terminal Madiun. Ya, sesampainya di terminal aku menanyakan kedatangan P.O. Aneka Jaya yang belum lewat, obrolan kecil seputar sepeda yang kini tengah aku rancang pun terbahas karena aku berniat untuk bersepeda dari Nganjuk hingga Pacitan. Tukang parkir yang masa mudanya penghobi sepeda memberiku cukup banyak saran dan rekomendasi onderdil yang digunakan. Rencana pembuatan sepeda kayu yang kini ku kerjakan adalah praktek yang baru terealisasi sejak tiga minggu ini telah ku rancang dan rencanakan sejak awal aku masuk SMA, karena alat dan biaya yang baru terkumpul inilah yang membuatku baru merealisasikannya. "Sebuah mimpi yang mungkin terwujud jika ada kemauan yang keras dari dalam diri kita" itulah yang yang dikatakan tukang parkir di terminal itu.
22.30 WIB. Bis jurusan Pacitan sampai di terminal, aku berlari menuju bis itu, karena aku sering tertinggal jam saat menunggu bis yang hanya beroprasi tida armada tersebut. Bangku monyet atau samping sopir adalah kesukaanku karena dari sini ku bisa merasakan sensasi kecepatan dijalan yang berliku dan naik turun, serasa akulah pengemudi bis itu. Tak hanya sensasinya, naik bis adalah cara yang irit dan paling enak untuk bepergian, ketika perjalanan jauh dan kondisi kurang baik, dan kita harus pergi kesuatu tempat, lebih nyamannya kita memilih kendaraan yang satu ini. Seorang pernah bilang pandaku saat ia menawariku untuk bareng dengannya naik mobil pribadinya, dan aku menjawab "saya lebih suka naik bis" ia terus menawarkan kendaraannya, tapi aku terus menolaknya, dan pada akirnya ia berkata "ya, pria memang punya selera". Bagiku perjalanan yang tak mudah adalah sesuatu yang menyenangkan, apa lagi kalau bis yang ku naiki mesinnya bermasalah, ban bocor, armada mogok, dan lainnya.
02.00 WIB. Aku sampai di terminal Pacitan, disana aku bertemu sopir bis yang ukurannya dari bis yang ku naiki sebelumnya. Pak Kancil, itulah biasanya orang-orang memanggilnya, ia bertanya,
Pak Kancil : "Apa libur?"
Aku. : "Tidak pak, pengen pulang saja"
Pak Kancil : "ooooh, kelas brapa kamu sekarang?"
Aku. : "kelas tiga SMA pak"
Pak Kancil : "Dimana?"
Aku. : "Di Nganjuk. Ini mau naik ke nawangan jam berapa pak?"
Pak Kancil : "Nunggu AGRA MAS yang dari Jakarta."
Aku. : "ya sudah pak, saya kebelakang dulu"
Pak Kancil : " iya"
02.45 WIB. Aku pergi kekamarmandi dan berangkat ke pantai teleng ria, disana aku menuju pelabuhan, di pelabuhan aku ikut membantu nelayan yang sedang bongkar muatan. Tak kukira, aku mendapatkan tiga ekor sotong(sejenis cumi-cumi). Perut yang sedaritadi bernyanyi akirnya bisa diam dengan tiga ekor sotong bakar tak berbumbu ini. Kurebahkan tubuhku diatas pasir dan dibawah cakrawala yang berhiaskan bintang dipagi nan gelap itu, kupejamkan mataku tak lebih dari satu jam, ku pergi kesebuah warung yang baru bukak didekat pantai. Angin pantai yang menusuk tulang membuatku menggigil, ku minta untuk dibuatkan segelas kopi panas dan aku menumpang untuk sholat subuh. Indahnya cakrawala dan semilir angin pantai yang masih sejuk, serta tenda-tenda kecil pelancong yang berkemah ditepi pantai menambah indahnya pantai ini.
.
Bresambung...
wah bagus ya mas ,,, belajar bareng yukkk ,,,,, ketemuan yukkk ,,, hehehhe e,,, .,., heheheheh .,.,
BalasHapusMonggo mas, saya jg lagi belajar di POMOSDA
BalasHapus